Melihat Kesiapan Pertanian Aceh

Melihat  Kesiapan  Pertanian Aceh
Oleh
Muhammad Nur Akmal
Ketahanan pangan sebuah negara dikatakan baik jika semua penduduk dalam negara  bisa memperoleh makanan dalam jumlah dan kualitas sesuai dengan kebutuhan hidup sehat dan produktif setiap saat. Setiap orang berhak memperoleh pangan yang cukup, karena merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang berlaku untuk semua orang dalam suatu wilayah, tidak memandang si miskin atau si kaya. Oleh karena itu, sampai sekarang semua negara menghormati hak asasi setiap warganya, yang diukur berdasarkan tingkat ketahanan pangan yang dimilikinya. Bahkan ketahanan pangan dijadikan sebagai salah satu indikator penting untuk keberhasilan pembangunan nasional, di samping indikator lain seperti pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan.
Bank dunia membedakan tiga jenis golongan negara-negara di dunia, yaitu negara maju, negara berkembang dan negara sedang berkembang atau negara dunia ketiga. Negara kita masih tergolong dalam negara dunia ketiga. Salah satu alasan dikatakan negara dunia ketiga karena sebagian besar pendapatan penduduknya diperoleh dari sektor pertanian yang diusahakan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (petani subsisiten) tanpa ada usaha untuk memasarkan hasil pertaniannya (M.P Todaro: 1998).
Pertanian merupakan sektor penting di Indonesia mengingat jumlah penduduk sebanyak 235 juta orang yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara menjadikan pertanian adalah sektor yang paling berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Seperti sepotong syair dalam lagu Kolam Susu-nya Koes Plus, “Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman”, begitulah ibarat pertanian Indonesia. Bahkan sejak kanak-kanak hingga sekarang, orang tua, guru dan para pejabat pernah mendoktrin bahwa negara kita adalah negara kaya, segala potensi alam ada di negeri zamrud katulistiwa ini.
Oleh karena itu, pertanian modern merupakan suatu kebutuhan yang mutlak diperlukan untuk para petani di negeri ini. Karena dengan sistem bertani yang berdasarkan teknologi modern akan mampu meningkatkan efisiensi produksi secara ekonomis. Arti dari efisiensi ekonomis di sini adalah penggunaan biaya produksi sekecil-kecilnya untuk memperoleh produksi yang sebesar-besarnya. Sedangkan arti dari pertanian modern adalah penerapan teknologi terkini dalam pengusahaan pertanian.
Tahun ini provinsi Aceh ditetapkan menjadi lumbung pangan nasional. Provinsi Aceh masuk dalam bagian dari program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Seperti dikatakan Wagup Aceh, Muhammad Nazar dimedia baru-baru ini, Aceh akan menjadi lumbung pangan nasional sebagai strategi ekonomi dan kesejahteraan rakyat dan Aceh akan menjadi kawasan bisnis dan industri agro baik darat maupun laut yang nantinya mempercepat kemajuan Indonesia dan Aceh sendiri.
Jika kita lihat data dari sub sektor pertanian pangan padi dari tahun 1980 sampai tahun 2009, perkembangan rata-rata luas panen hanya 2,22 persen, sedangkan rata-rata perkembangan produksi hanya 1,01 persen (BPS Aceh 2011, Data diolah). Kondisi seperti ini masih sangat belum mendukung program pemerintah menjadikan Aceh sebagai lumbung pangan nasional karena tingkat pertumbuhan rata-rata produksi yang begitu lamban, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan untuk tingkat nasional di tahun-tahun mendatang.
Melihat kondisi pertanian Aceh sekarang ini, berbagai masalah masih dihadapi oleh petani. Mulai dari sistem pengelolaan sampai dengan teknik pengolahan yang tergolong masih tradisional. Kemudian masalah yang tidak asing lagi bagi pertanian kita adalah masalah kelangkaan pupuk, seperti yang terjadi di kabupaten Pidie baru-baru ini, dimana kabupaten Pidie membutuhkan pupuk sekitar 15.862 ton lebih untuk lahan persawahan seluas 29 ribu hektar. Namun berdasarkan SK Gubernur, pupuk bersubsidi hanya diberikan Pemerintah pada tahun 2011 sebesar 7.640, sehingga terjadi kekurangan pupuk sebanyak 3.876 ton (Serambi Indonesia, 14 April 2001). Mengingat Pidie merupakan salah satu kabupaten yang masuk ke dalam tiga besar kawasan produksi padi terbesar di Aceh selain Aceh Besar dan Aceh Timur, kekurangan pupuk bisa mengancam jumlah produksi padi di Aceh.
Dari segi harga, sektor pertanian kita juga belum bisa mendukung kesejahteraan petani. Jika setiap kali panen terjadi secara serentak seluruh Aceh, harga padi jatuh sampai Rp2.500 per kilogram. Namun harga beras di Aceh tidak pernah turun di bawah Rp 7.000 per kilogram dalam beberapa tahun terakhir. Keadaan seperti ini membuat petani tetap berada dalam lingkaran kemiskinan, dan menderita seperti manok deuek lam krong (ayam kelaparan dalam lumbung padi). Rendahnya harga padi dan tingginya harga beras dikarenakan tidak adanya kilang padi yang menghasilkan beras berkualitas tinggi sehingga kualitas beras yang ada di Aceh kalah bersaing dengan kualitas beras Medan.
Untuk mengatasi masalah di atas, mengingat Aceh juga telah masuk dalam bagian dari program MP3EI dan ditetapkan sebagai daerah lumbung pangan nasional, pemerintah Aceh perlu melakukan persiapan langkah-langkah serius dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi petani Aceh. Diantara banyak langkah yang dapat ditempuh, ada beberapa strategi dicanangkan Departemen Pertanian. Pertama, penyediaan dan melakukan perbaikan infrastruktur pertanian yang sesuai dengan kebutuhan petani, penguatan kelembagaan pertanian yang dapat berfungsi secara maksimal, peningkatan sistem penyuluhan yang kompeten, penanganan yang serius pada pembiayaan pertanian, penyediaan fasilitas pemasaran hasil pertanian yang menjanjikan kemakmuran petani.
Jika strategi-strategi yang telah ditetapkan dijalankan dengan nyata maka tidak tertutup kemungkinan petani Aceh lebih sejahtera daripada pekerja disektor lain; dan tidak tertutup kemungkinan juga Aceh akan menjadi provinsi yang kaya pangan sehingga menjadi daerah penyedia pangan untuk seluruh rakyat Indonesia seperti harapan pemerintah yang menetapkan Aceh sebagai lumbung pangan nasional.
Meminjam pernyataan Stan Shih, CEO Acer Group dalam bukunya Mee Too Is Not My Style, kemampuan sebuah negara untuk bersaing tidak muncul begitu saja. Di masa lalu sebuah negara bisa menjadi kaya hanya dengan mengandalkan sumber daya alam, dewasa ini negara-negara kaya harus menciptakan kekayaan melaui akumulasi teknologi tinggi, manajemen, dan sistem integrasi sekaligus. 
Maka untuk mencapai kesuksesan strategi-strategi di atas, perlu melibatkan instansi terkait, akadimisi, dan partisipasi petani Aceh sangat mendukung suksesnya program Aceh menjadi lumbung pangan nasional yang berkelanjutan. Semoga![]
Penulis adalah mahasiswa Ekonomi Pembangunan Unsyiah dan pegiat studi di Rumoh Aceh Community, Peurada, Banda Aceh


Comments

Popular posts from this blog

Desa Blang, Kampung Semangka

Sepuluh Gunung Api Meletus Paling Dasyat Di Indonesia

Hantu Aceh Berdasarkan Tempat