Nek Manah dan Dogani
Pagi
masih senja. Dari kejauhan bau kotoran kerbau yang terbakar tercium begitu
menyengat, seorang laki-laki tua mendekat. Berjalan gontai menuju kandang
kerbau yang tampak kumuh dengan bekas kepulan asap yang nampak menghitam. Dari
luar hanya terlihat seperti gubuk tak berpenghuni. Beratap Rumbia dengan
dinding dari Bambu belah.
Nek
Manah memelihara satu ekor induk kerbau kesayangannya. Induk kerbau tersebut
hadiah dari mertuanya saat Nek Manah dan istrinya hendak pisah rumah dengan
keluarga mertuanya. Dulu kerbaunya sudah beranak pinak lumayan banyak. Namun
beberapa tahun terakhir kerbaunya sudah mulai tidak beranak lagi karena sudah
tua. Itu pun Dogani tiap hari merengek minta dijual. karena sudah terlanjur
sayang Nek Manah enggan menjualnya. Mending dipelihara sampai aku mati daripada
aku menjualnya. Jawab Nek Manah saat Dogani minta jual.
Pria
berbadan bungkuk hampir seperti burung Kiwi itu umurnya sudah lumayan tua. Nek
Manah lahir di tahun masa-masa awal kemerdekaan. Dia seorang veteran perang yang
punya gaji veteran sebesar satu juta setengah per bulannya. Uang tersebut tiap
bulannya diambil Dogani anak sematawayangnya melalui kantor pos.
Nek
Manah hampir tidak pernah merasakan manisnya gaji veteran tersebut karena Dogani
memang suka mengibuli orang tuanya. Dogani hobi dengan togel dan sabung ayam. Setiap
uang yang didapatnya sering kali digunakannya untuk membeli togel. Alih-alih
menang togel malah Dogani sering mengalami kesialan. Begitu juga dengan sabung
ayam.
Ayamnya
sering kalah dan berujung kematian. Pernah Dogani membeli ayam bangkok yang
lumayan besar namun sial ayamnya dicuri saat dititipkan dikandang belakang
rumah temannya. Nek Manah pernah sekali menanyakan dikemanakan uang tersebut tapi
Dogani malah marah-marah tidak karuan. Hal inilah yang membuat Nek Manah tidak
menanyakan lagi uang tersebut tiap bulannya.
Nek
Manah sangat menyayangi anak semata wayangnya itu. Hampir tidak pernah Ia memarahinya
malah Dogani yang sering melototi Nek manah yang sudah uzur. Nek Manah tidak
pernah mempersoalkan uangnya diambil tiap bulan oleh Dogani karena dia berfikir
untuk apa uang banyak toh anaknya juga satu orang.
Dogani
memang bukan anak kandung Nek Manah. Semasa istrinya masih hidup Dogani
dipungut sejak kecil yang diminta dari keluarga transmigrasi yang pernah
bekerja dikebun Nek Manah. Saat mereka akan kembali kekampung asalnya di pulau Jawa
Nek Manah dan istrinya meminta mereka merelakan anak bungsunya untuk diasuh Nek
Manah dan istrinya.
Mereka
bersedia menitip anaknya pada Nek Manah dan istrinya asalkan mampu
menyekolahkannya dan benar-benar sanggup merawatnya sebagai anaknya sendiri. Nek
Manah dan istrinya senang bukan
kepalang. Betapa tidak. Puluhan tahun lamanya mereka menunggu buah hati tetapi
tidak juga kunjung tiba.
Istrinya
sudah berobat kemana-mana. Mulai dari tabib kampung sampai ke mantri di kota. Hasilnya
nihil. Sebenarnya dulu awal mereka menikah istrinya pernah hamil namun karena
terjadi kecelakaan kecil istrinya terjatuh saat hendak ke sungai sehingga
terjadi pendarahan berakibat keguguran.
Setelah
kejadian itu istrinya tak lagi hamil sampai ajal menjemputnya. Nek Manah merawat
Dogani seorang diri dari sejak baru bisa berjalan. Kasih sayang dicurahkan
hanyalah untuk Dogani.
Akhir-akhir
ini Dogani sudah jarang pulang kerumah. Meskipun pulang itu sudah larut malam. Ternyata
belakangan ini Dogani kepincut hatinya pada Marlina anak kepala desa yang rupawan.
Marlina baru saja tamat SMA dan akan melanjutkan kuliah di universitas ternama
di kota membuat Dogani begitu khawatir kalau saja tidak dapat bertemu Marlina
lagi.
Bersambung........
Comments