Pembelajaran Yang Belum Pernah Ada Sebelumnya Dari Tsunami Aceh 2004

Peringatan Adalah Upaya Pencegahan Paling  Efektif

Bencana Tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 merupakan bencana terbesar abad modern yang menelan korban jiwa diperkirakan mencapai 230.000 orang. Pemicunya adalah gempa bumi berkekuatan 9,3 SR yang terjadi di sebelah barat laut pulau Sumatera Indonesia. Gempa tersebut melapaskan energi setara dengan 32.000 bom atom yang diledakkan di Hiroshima pada gelombang pertama sehingga menimbulkan gelombang sepanjang 700 kilometer per jam yang mengenai wilayah dengan jam yang berbeda-beda di sepanjang negara yang berada di pinggiran Samudera Hindia.
Pembelajaran Yang Belum Pernah Ada Sebelumnya Dari  Tsunami Aceh 2004


Kehancuran yang diakibatkan oleh tsunami sangat dipengaruhi oleh kekuatan gelombang. Kekuatan gelombang juga dipengaruhi oleh kecepatan gelombang  struktur kedalaman laut menghantarkan kecepatan tinggi arus tsunami namun kelandaian daratan dibawah laut menghambat laju arus gelombang tsunami sehingga gelombang tsunami akan tinggi akibat tekanan laju arus yang ditimbulkan. Gelombang tsunami yang mencapai pantai arusnya semakin melambat namun gelombangnya menjadi semakin tinggi.

Tinggi gelombang yang tsunami yang terjadi di Aceh diperkirakan mencapai 20 meter pada gelombang pertama. Tsunami Aceh menyadarkan dunia bahwa tsunami tidak dapat dicegah namun untuk menyelamatkan nyawa manusia masih mungkin dilakukan dengan upaya pencegahan terhadap jatuhnya korban jiwa dengan kiat membangun fasilitas penyelamatan pendidikan kebencanaan, membangun jalur evakuasi, mitigasi dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya pengetahuan kebencanaan yang mungkin terjadi dilingkungan mereka.

Muncul Respon dan Simpati Dunia
Berita tsunami yang terjadi 2004 sangat cepat menyebar ke seluruh dunia dengan teknologi internet gambar duka dan kisah para korban bencana tsunami sampai keseluruh penjuru dunia menimbulkan rasa simpati dan respon belasungkawa dari dunia internasional dan menghasilkan kucuran dana bantuan yang besar.

Pemerintah dan NGO asing merencanakan secara resmi bantuan asing untuk tanggap darurat daerah bencana tsunami namun koordinasi antara agensi, pemerintah dan swasta sulit dilakukan sehingga menjadi tantangan tersendiri saat itu mengingat dana bantuan melampaui batas anggaran yang diperhitungkan. Perkiraan kerusakan adalah $9,9 miliar namun jumlah komitmen dana yang disepakati dunia jauh lebih besar yaitu $13,5 miliar. Sekitar $7 miliar diberikan kepada pemerintah Indonesia dalam pengelolaannya pemerintah membentuk lembaga Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi Aceh-Nias sisanya dibagikan kepada LSM yang turun membantu pemulihan kembali Aceh dari dan Nias dari bencana tsunami.

Banyaknya Bantuan yang Datang  dan Tidak Sepenuhnya Terkontrol.

Banyaknya dana yang ada membuat munculnya LSM-LSM di Aceh. Baik LSM daerah maupun luar daerah berduyun-duyun datang ke Aceh untuk sama-sama membantu pemerintah membangun Aceh. Setiap LSM membawa misi dan tujuan yang spesifik namun biasanya dana akan diberikan kepada LSM dalam bentuk proyek kecil sehingga pelaporan dan pengontrolan jalannya proyek mudah dilakukan.

Pelaksanaaan pembangunan yang dilakukan oleh LSM sering kali terbentur dengan program yang telah dilakukan oleh pemerintah misalnya tanah yang telah direncanakan sebelumnya oleh pemerintah untuk pembangunan sarana publik seperti pembangunan jalan namun masih dibeli oleh LSM untuk membangun rumah korban tsunami sehingga terjadi tumpang tindih, adakala rumah yang diperuntukkan untuk korban tsunami tidak ditempati karena lokasi pembangunannya tidak sesuai baik karena faktor mata pencaharian ataupun ketersediaan air bersih. Komunikasi dan integritas seitap program antara pemerintah dengan LSM saat itu masih belum terjalin semestinya sehingga pemborosan dana bantuan sangat banyak terjadi.

Pemborosan pada saat itu tidak dapat dikendalikan pemerintah salah satu penyebabnya adalah karena kurangnya data statistik dan lemahnya pengawasan badan evaluasi rehab-rekon Aceh sehingga terjadi pembelian dan pengadaan barang-barang yang tidak berguna seperti pembelian boat nelayan yang tidak dapat dipakai karena tidak sesuai desainnya dengan nelayan Aceh, pembangunan perumahan baru yang tidak sesuai tempat, pakaian yang tidak sesuai, makanan dan obat-obatan kadaluwarsa.

Pemborosan tersebut akibat ketidaktahuan budaya sehingga niat baik yang diberikan untuk membantu para korban menjadi mubazir karena sama sekali tidak dapat dimanfaatkan oleh korban tsunami contoh lainnya adalah pengadaan makanan kaleng yang isinya adalah daging babi yang jelas orang muslim tidak bisa memakannya, pemberian pakaian yang tidak sesuai pakaian umat islam juga tidak dapat dimanfaatkan. Biasanya bantuan tersebut didatangkan oleh lembaga asing dengan niat baik untuk membantu namun karena tidak terjalin komunikasi dengan baik tentang apa yang dibutuhkan oleh korban saat itu.

Pengaruh yang tidak disengaja pada saat itu tingginya inflasi yang terjadi di Kota Banda Aceh dan Kota Lhoksemawe yang merupakan kota besar di Aceh. Banyaknya kucuran dana bantuan  menjadikan harga-harga barang naik yang sampai saat ini belum juga turun.

Peringatan dan Kesiapsiagaan Dapat Menyelamatkan Nyawa

Tsunami 2004 mengejutkan banyak orang tetapi tidak semua. Beberapa ahli memang sudah paham tentang tsunami seperti orang Jepang yang sering mengalami tsunami. Para peneliti di Hawai telah menemukan titik-titik wilayah dasar laut yang mungkin akan terjadi gempa masif sehingga mereka memperingatkan kepala negara yang rentan terhadap bencana tersebut namun tidak memiliki kewenangan untuk mengumumkannya ke publik mengenai hal itu.

Ada masyarakat tidak siap dan juga banyak orang yang sudah siap yang memiliki pengetahuan dalam menghadapi bencana tsunami seperti dikisahkan seorang anak dari inggris yang baru saja belajar tentang tsunami di sekolahnya ketika mereka berlibur di Thailand tahun 2004. Begitu melihat air laut surut anak itu langsung memanggil orang tuanya untuk lari dan juga menyelamatkan 100 orang lainnya di lokasi tersebut. Begitu juga yang dilakukan oleh suku Onge di pulau kecil Andaman dan orang di pulau Simeulu Aceh mereka akan merespon apabila air laut surut maka yang harus dilakukan adalah segera bertindak untuk menyelamatkan diri ke arah wilayah yang lebih tinggi.

Peringatan sedinimungkin sangat dibutuhkan terutama pada bencana tsunami. Terbukti dengan adanya peringatan dan pengetahuan bisa menyelamatkan banyak jiwa. Apa yang terjadi di Aceh salah satu faktornya adalah terputusnya pengetahuan tentang tsunami sehingga masyarakat tidak peringatan akan datangnya tsunami yang menyebabkan terjadinya ratusan ribu korban jiwa.

Pembagian Zona Wilayah Aman Tidak Mudah untuk Memindahkan Masyarakat Dari Suatu Wilayah ke Wilayah Lain.

Setelah tsunami 2004  PBB menetapkan standar zona aman berdasarkan perhitungan dan penilaian bahaya dan jarak yang diukur dari zona bibir pantai. Dari hasil tersebut PBB membuat aturan bahwa wilayah bibir pantai yang ditetapkan zona bahaya tsunami tidak boleh dibangun bangunan untuk menghindari terjadinya kerugian apabila terjadi tsunami lagi. 

Masyarakat yang berada dipinggir pantai akan direlokasi ke wilayah dataran tinggi jauh dari pantai dan disediakan lahan mata pencaharian dan bangunan rumah. Tetapi yang terjadi adalah masyarakat tidak bisa beralih profesi dari nelayan ke petani karena mata pencaharian utamanya adalah nelayan sehingga mereka tetap membangun rumah di pinggir pantai walaupun tanpa bantuan pemerintah karena memang disanalah habitat mereka dan mata pencaharian mereka adalah melaut.

Oleh sebab itu sedemikian tidak populernya aturan itu akhirnya dibatalkan. Mencegah terjadinya bencana bukan menjauh dari bencana tetapi bagaimana bersahabat dengan alam sehingga orang akan tau tanda-tanda atau gejala yang ditimbulkan alam sebelum benar-benar datangnya bencana. Dengan itu orang akan siap dalam menghadapi bencana. 

Prediksi Sulit Namun Mendeteksi Bencana itu Mudah, dan Kerjasama antar Stakeholder  adalah Hal Penting Dalam Kebencanaan.

Gempa bumi sampai saat ini masih sulit diprediksi meskipun teknologi semakin canggih sekarang ini masih juga belum bisa memprediksi secara tepat kapan dan dimana gempa bumi akan terjadi. Upaya untuk mengetahuinya tetap dilakukan salah satunya adalah dengan melihat sejarah gempa dan pemetaan titik gempa di wilayah patahan lempeng bumi. Dengan cara itu sudah sedikit menemukan titik terang namun masih belum bisa diprediksi dengan tepat kapan akan terjadi gempa. Indikasi bencana dilihat dari tingkah laku binatang yang tidak lazim juga sudah diamati sejak dulu namun masih banyak mengalami kelemahan kerena faktor binatang bertingkah aneh tidak hanya disebabkan oleh gejala alam.

Salah satu penyebab tsunami adalah gempa bumi besar yang terjadi dibawah laut di kedalam laut yang dangkal. Apabila gempa berpotensi tsunami sudah bisa dideteksi seperti jalur arus dan kecepatannya juga sudah bisa deketahui dengan menggunakan teknologi. Sistem peringatan dini untuk tsunami sudah diciptakan dan juga sudah dipasang di wilayah yang berpotensi terjadi tsunami seperti Aceh namun dengan teknologi sistem peringatan dini saja tidak cukup jika tidak melibatkan instrumen masyarakat, pemerintah dan stakeholder dalam penyampaian informasi kepada masyarakat rentan bencana. Mengurangi kerugian dan menyelamatkan masyarakat dari bencana butuh ikatan kerjasama yang kuat semua elemen masyarakat yang teroganisir dengan baik.

Comments

Popular posts from this blog

Desa Blang, Kampung Semangka

Sepuluh Gunung Api Meletus Paling Dasyat Di Indonesia

Hantu Aceh Berdasarkan Tempat