Seumeuseut dan Amak

Ini cerita jaman. Dimana kami masih duduk di bangku SD. Saat musim kemarau datang antara bulan Mei sampai bulan Juli itu merupakan masa puncak kegembiraan kami.

Anak-anak desa menghabiskan waktu sepulangnya dari sekolah berpesta pora dalam paya (rawa-rawa). Biasanya antara bulan Mei sampai Juli itu adalah masa menyusutnya debit air di Paloh Lhok. Paloh Lhok nama paya kampung kami yang terletak ditengah-tengah perkampungan. Luasnya sekitaran lima hektaran saja.
Ada Mon (sumur) dangkal yang dihuni ikan payau. Seperti ikan gabus, sepat, dan engkot kruep, dan ikan panjang seperti belut lumpur dan hewan payau lainnya.

Sesekali juga terkadang ada yang salah tangkap. niat menangkap ikan dapat ular air  yang panjangnya hanya tiga puluh centi meter. Ular ini berbaur dengan lumpur membuatnya sulit untuk dibedakan dengan ikan.

Karena apapun yang bergerak dalam lumpur dianggap ikan dan harus ditangkap. Eh, pas diangkat ternyata ular air alias uleu ie. Jenis ular ini tidak berbahaya meskipun digigit. Hanya meninggalkan luka bekas gigitan tidak berbisa.

Pada musim hujan Paloh Lhok dipenuhi air hingga Mon-mon yang ada di dalamnya tidak bisa terlihat sama sekali. Sehingga pada saat air penuh tidak ada istilah larangan dari pemilik Mon untuk memancing ikan dalam Mon.

Meskipun tepat memancing dalam Mon. Si empunya Mon tidak bisa melarang. Lain halnya pada saat musim kemarau. Dimana air menyusut.

Air yang tersisa hanya dalam Mon-mon saja yang berbentuk seperti tambak. Kondisi Mon seperti ini jangan coba-coba memancing ikan dalam Mon tersebut.

Karena pemilik Mon akan sangat marah. Bisa-bisa pancingan dicincang-cincang lalu dibuang dalam abeuk (Semak-semak). Ikan yang telah menghuni Mon hanya akan dipanen pada saat musim Seumeuseut (manguras air tambak dalam rawa) tiba.

Seumeuseut hampir menjadi sebuah tradisi temurun. Yang menyatukan masyarakat desa kami dalam kebersamaan. Karena sistem bagi hasil sama alias weuk tumpok.

Semua anggota mendapat jatah yang sama tidak ada yang paling banyak dan yang paling sedikit. Kecuali pemilik Mon dan orang jaga Mon yang mendapat jatah dua bagian tumpok.

Pada saat masa semeuseut datang. Banyak teman sekolah yang libur karena ikut-ikutan orang tua mereka ke Paloh Lhok untuk Seumeuseut. Bahkan ada yang cabut dari sekolah begitu tau kalau hari itu ada Semeuseut,.

Itu semua demi sebuah kesenangan anak-anak untuk bermain lumpur. Dalam hal kepanitiaan hehe, (istilah bakunya) anak-anak tidak dianggap dalam tim.

Hanya orang dewasa saja yang menjadi tim Seumeuseut yang sanggup menarik Taloe Amak (tali timba yang dibuat dari pelepah pinang diikat empat tali dan ditarik oleh dua orang).

Sebelum Semeuseut. Terlebih dahulu dibuatkan parit tempat mengalirnya air pembuangan Seumeuseut. Disinilah tempat kami masa kecil berpesta pora dengan lumpur.

Meskipun ikan tidak dapat. Yang penting kami bisa bermain lumpur seharian. Bagi sebagian teman kami ada yang takut dengan Lintah.

Karena paya adalah sarangnya hewan karet tersebut. Akibatnya mereka harus siap menanggung risiko untuk menjadi penonton atau hanya sebagai pemegang plastik ikan hasil tangkapan kami.

Tidak bisa Meurendeng karena takut. Menurut kami dulu ketakutan pada Lintah adalah sebuah resiko karena disinilah puncak kesenangan kami saat itu.

Seiring perkembangan zaman. Sekarang ini Semeuseut bukanlah hal yang lazim. Seumeuseut hanya dapat dilakukan dalam beberapa jam saja. Amak telah digantikan dengan mesin pompa air yang dapat menguras air Mon dalam beberapa saat saja.

Dari segi efisien mungkin bisa dikatakan mengunakan pompa mesin adalah hal yang tepat dan dapat di terima karena tidak memerlukan anggota begitu banyak. Hanya dua orang saja sudah cukup untuk menguras air beberapa Mon.

Hal ini membuat sikap kekeluargaan, kebersamaan dan gotong-royong dalam kegiatan Semeuseut hilang. Bahkan untuk saat ini orang yang bisa membuat Amak dari pelepah pinang sudah semakin berkurang.


Semoga saja kata-kata “chak-chak grum, tho laot-laot mate kareng-kareng” yang dulu sering kami nyanyikan saat musim Semeuseut tiba. Tidak menjadi sekedar nyanyian dongeng belaka suatu masa nanti.[]

Comments

Popular posts from this blog

Desa Blang, Kampung Semangka

Sepuluh Gunung Api Meletus Paling Dasyat Di Indonesia

Hantu Aceh Berdasarkan Tempat